Ketua DPC Partai Hanura Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Saleh Alhamid/Foto : istimewa
TIMIKA, (timikabisnis.com) – Berdasarkan pernyataan dan desakan dari Majelis Rakyat Papua (MRP) dan sejumlah tokoh yang meminta agar Calon Bupati dan Wakil Bupati dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) kabupaten /Kota secara serentak harus Orang Asli Papua (OAP), mendapatkan tanggapan keras dari Legilsator asal Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) Kabupaten Mimika, Saleh Alhamid.
Ketua DPC Partai Hanura, Saleh Alhamid kepada wartawan saat menggelar Jumpa Pers dengan sejumlah media di Sekretariat DPC Partai Hanura Kabupaten Mimika di Jalan Sam Ratulangi Timika, Papua Tengah, pada Selasa (14/5/2024) sore tadi menegaskan, bila MRP menginginkan sekali agar Bakal Calon Bupati dan Wakil Bupati hanya untuk Orang Asli Papua, maka Orang Non Papua alias pendatang juga bisa menyatakan bahwa tidak akan memilih.
“Negara tahu bahwa ada Undang undang nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM) yang mengisyaratkan dan memberikan sebuah penegasan bahwa seluruh warga negara berhak untuk memilih dan dipilih dalam pemilihan umum, sehingga jelas bahwa setiap warga negara punya hak yang sama. Kalau menginginkan Bupati dan Wakil Bupati harus Orang Asli Papua lebih bagus undang undang ini dibatalkan atau diamandemen,”tegas Saleh Alhamid.
Saleh menegaskan, bahwa negara menjamin setiap warga negara dengan adanya Undang-undang RI nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada Pasal 43 poin 1 dan poin 2 dijelaskan secara tegas.
Pada pasal 1, dijelaskan bahwa setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum, berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 2, bahwa setiap warga negara berhak turut serta dalam pemerintahan dengan langsung atau tidak dengan perantara wakil yang dipilihnya dengan bebas, menurut cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan.
“Kalau negara ingin untuk orang Papua itu misalnya Bupati, Wakil bupati harus mereka, lebih bagus batalkan UU nomor 39 tahun 1999 itu. Lalu pasalnya direvisi dan dirubah, bahwa yang memilih bupati dan wakil bupati hanya Orang Papua Asli. Yang bukan Papua tidak mempunyai hak memilih, supaya apa. Supaya kita tidak terganggu, juga kita tidak ada masalah. Jadi kita biarkan saja supaya saudara saudara kita ini mereka dengan mereka saja yang memilih dan dipilih, iya kan, begitu,”tanya Saleh.
Ditambahkan Saleh, untuk kekhusun dan memberikan ruang kepada Orang Asli Papua, pemerintah telah mengeluarkan peraturan yaitu Undang –undang Otsus, dimana hak politik juga sudah diberikan dimana Gubernur-Wakil Gubernur wajib OAP. Begitu juga dengan di tingkat kabupaten bahwa hak politik selain melalui parpol, OAP juga telah diberikan hak khusus yaitu dengan anggota DPRK dari Otsus sebanyak 9 orang tanpa melalui proses pemilihan adalah merupakan bentuk apresiasi pemerintah kepada OAP.
“Berkaitan dengan desakan dan perjuangan serta keinginan MRP lagi memperjuangkan untuk bupati, wakil bupati harus orang Papua saya apresiasi, namun kondisi saat ini aturan KPU dimana jadwal dan tahapan sudah berjalan Dan sudah sangat jelas untuk proteksi Orang Asli Papua hanya untuk Calon Gubernur dan Wagub wajib OAP, sementara Bupati-Wabup dan Walikota serta Wakil Walikota bisa dari Non Papua. Jadi sebenarnya tak perlu lagi diperdebatkan, “cetusnya.
Kata dia, teman teman dari MRP sedang memperjuangkan hal itu, mungkin sekarang agak terlambat karena gong pilkada ini sudah mulai, tahapan sudah berjalan.
“Jadi saya bilang, kalau memang harus dipaksakan bahwa Bupati-Wabup adalah OAP, maka segera negara batalkan dulu UU 39 tentang HAM dan revisi UU Otsus. Kalau kami tidak berhak untuk dipilih, berarti kami bukan warga negara Indonesia dong, kan begitu. Saya mau bilang batalkan UU 39 tahun 1999 gantikan disitu, supaya kita memberikan kesempatan seluas luasnya kepada orang asli Papua untuk mereka memilih dan dipilih,”katanya.
Politisi senior Partai Hanura yang sudah 59 tahun di Papua ini, menegaskan kita yang Orang Bukan Papua (OBP) tidak usah memilih.
“Kita diam saja, dan kita berikan kesempatan seluas luasnya kepada mereka OAP, supaya tidak ada chaos. Biarkan mereka dengan merekan kan enak,”cetusnya.(tim)