“Untuk peralatan dan obat-obatan, RSMM selalu mengusahakan untuk selalu tersedia. Cuma yang menjadi kendala kami, fasilitas Intensif Care Unit (ICU) yang terbatas. Kami hanya punya enam ruangan ICU. Padahal ada pasien-pasien yang masuk kategori shock dan membutuhkan penanganan khusus harus masuk ke ICU” | Dr Theresia Nina N
Timika (timikabisnis.com) – Pihak Rumah Sakit Mitra Masyarakat (RSMM) Timika, Papua menjamin ketersediaan obat-obatan maupun peralatan kesehatan untuk menangani pasien demam berdarah dengue (DBD) yang mulai meningkat di wilayah itu akhir-akhir ini.
Wakil Direktur Bidang Pelayanan RSMM Timika, Dr Theresia Nina N, Selasa, mengatakan rumah sakit selalu mengupayakan ketersediaan obat maupun peralatan untuk menangani semua jenis penyakit, termasuk DBD.
“Untuk peralatan dan obat-obatan, RSMM selalu mengusahakan untuk selalu tersedia. Cuma yang menjadi kendala kami, fasilitas Intensif Care Unit (ICU) yang terbatas. Kami hanya punya enam ruangan ICU. Padahal ada pasien-pasien yang masuk kategori shock dan membutuhkan penanganan khusus harus masuk ke ICU,” kata Theresia.
Selama tiga bulan terakhir, RSMM Timika menangani lima orang pasien kasus DBD. Dari kelima pasien DBD itu, ada pasien rujukan dari Kabupaten Asmat.
Pasien kasus DBD terakhir yang ditangani RSMM Timika yaitu Rangga Nathaniel Tanggulungan yang baru berusia enam tahun. Bocah laki-laki yang diketahui bersekolah di kelompok bermain Yayasan Tabita Sion Timika itu merupakan pasien rujukan dari RS Kasih Herlina Timika pada Sabtu (2/3) dini hari.
Setelah dirawat beberapa jam di Unit Gawat Darurat RSMM, Rangga yang merupakan warga Jalan Kesehatan Timika Indah itu akhirnya meninggal dunia. Pasien terdiagnosa terserang DBD dengan kondisi shock berat (Dengue Shock Syndrome).
“Sangat disayangkan saat pasien masuk fasilitas ICU yang kami miliki penuh. Makanya pasien dirawat di UGD dengan observasi ketat dari kami. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, namun pasien tidak bisa tertolong,” jelas Theresia.
Theresia mengatakan kondisi bocah Rangga saat dirujuk ke RSMM Timika pada Sabtu (2/3) dini hari itu sudah sangat parah. Kondisi kesehatan pasien yang menurun drastis itu langsung diberitahukan kepada pihak keluarga.
“Terapi terbaik untuk penyembuhan DBD yaitu terapi cairan. Tapi kalau asupan cairan sudah tidak bisa masuk, itu sudah sangat parah. Kondisi pasien saat itu trombositnya menurun drastis di bawah dari 20.000 yang biasanya dalam kondisi normal di atas 150.000,” jelas Theresia.
Baca Juga : Penderita DBD Meninggal di RSMM
Menurut dia, penegakan diagnostik terhadap kasus DBD dilakukan secara klinis dan laboratorium. Secara klinis, pasien DBD biasanya mengalami demam tinggi, jumlah trombosit dalam darah berkurang, terjadi pendarahan dan peningkatan kekentalan darah serta terlihat flek penanda marker.
Penanganan kasus DBD, demikian Theresia, bisa dilakukan asalkan tidak terjadi komplikasi pendarahan hebat pada pasien.
“Kalau sampai terjadi komplikasi pendarahan hebat, pasien relatif sudah tidak bisa tertolong karena itu sudah menuju ke kegagalan fungsi organ. Terapi cairan bisa ampuh jika pasien tidak berkomplikasi,” jelasnya.
Sesuai data Dinkes Mimika, terjadi peningkatan jumlah pasien kasus DBD di wilayah itu sejak Januari-Maret yang mencapai 20-an kasus. Pasien DBD terbanyak ditangani oleh Rumah Sakit Tembagapura, disusul RSUD Mimika dan RSMM Timika.
Meski sudah ada pasien DBD yang meninggal dunia di RSMM Timika, namun hingga kini jajaran Dinas Kesehatan setempat belum menerima laporan resmi dari pihak RSMM.
“Kami belum terima laporan dari pihak RSMM,” kata Sekretaris Dinkes Mimika Reynold Ubra. (gby)