Dokumen Kesepakatan Pimpinan DPRD – Eksekutif Tidak Bisa Jadi Dasar Meloloskan Multiyears di APBD 2023

Mathius Uwe Yanengga (Kiri) dan Karel Gwijangge,S,IP/Foto : Dok

TIMIKA, (timikabisnis.com) – Progran Multiyears yang diduga menghabiskan dana senilai Rp 1,1 trilyun yang diusulkan pada APBD Induk 2023 terus menuai protes dan penolakan, salah satunya muncul dari kalangan anggota DPRD Mimika yang meminta agar program multiyears untuk dihentikan.

Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Mimika, Karel Gwijangge,S,IP menegaskan dokumen kesepakatan bersama yang ditanda tangani sepihak oleh pimpinan DPRD Mimika dengan pihak pemerintah kabupaten (Eksekutif) tidak dapat dijadikan dasar untuk meloloskan program multiyears yang tertuang di dalam APBD 2023 yang akan segera dibahas dalam waktu dekat ini.

“Tentang kegiatan multiyears ternyata setiap tahun anggaran itu menghabiskan dana Rp 1,1 trilyun, memang tahun tahun sebelumnya itu kita ikut menyetujui karena ada persiapan PON dan Pesparawi. Dan multiyears selanjutnya usulan dari eksekutif harusnya dibahas bersama dengan Banggar DPRD lalu diparipurnakan dan disahkan, tidak boleh pimpinan secara sepihak menyetujui dan menandatangani. Ini tidak sesuai mekanisme dan prosedur, kesepakatan tersebut harus ditinjau kembali. Sebab program multiyears anggarannya tidak main main cukup besar,”tegas Karel Gwijangge kepada sejumla wartawan di kantor DPRD Mimika, Senin (7/11/2022).

Karel Gwijangge mengingatkan kepada pimpinan agar hati hati dalam menanda tangani semua dokumen menyangkut anggaran, tanpa melalui sebuah mekanisme dan prosedur yang benar. Salah satu contoh program yang diusulkan dengan anggaran yang cukup besar adalah pembangunan kantor BPKAD senilai Rp 141 miliar yang dilengkapi dengan heliped.

“Kami mengingatkan pimpinan DPRD Mimika, untuk hati hati dalam menandatangani semua dokumen menyangkut anggaran. Ini cukup besar saya lihat, pimpinan sudah tanda tangan tapi tidak melalui prosedur dan mekanisme di DPRD. Kalau sudah seperti ini, bagaimana dikemudian hari ada temuan, pasti banggar pimpinan  akan ditanya,”ungkapnya.

Dikatakan Karel, dalam sebuah pengambilan keputusan di lembaga Legislatif terutama persoalan anggaran dan program yang diusulkan pihak eksekutif, sebelumnya harus Ketua berkoordinasi dengan Wakil Ketua I dan Wakil Ketua II perlu rapat bersama tim Banggar sehingga ada kesepakatan dan dapat disetujui secara kolektif.

“Sebelum ketua mau tanda tangan sebuah dokumen penting, maka perlu ada koordinasi  Waket I dan Waket II dengan banggar. Perlu rapat dengan banggar dan sehingga kesepakatan yang ditetapkan dalam pleno dapat diparipurnakan. Kalau perorangan itu ragu, dasarnya apa pimpinan tanda tangan tanpa melalui mekanisme dan prosedur di DPRD,”ucap Karel.

Salah satu contoh kasus menurut Karel Gwijangge adalah, terkait kasus pembangunan Gereja Mile 32, dirinya bersama sejumlah anggota DPRD dipanggil dan diambil keterangan oleh pihak KPK RI.  Dan sampai sekarang ini masih bermasalah namun juga masih tetap diusulkan dalam program multiyears.

“Contoh kasus Gereja Mile 32, saya dan sejumlah anggota Banggar dipanggil dan diperiksa oleh KPK, dengan materi materi ya seperti ini, ditanya apakah ada kesepakatan, apakah ada presentase oleh eksekutif di DPRD (banggar). Kami jawab tidak ada dan kami tidak tahu, dan kondisi seperti ini kami khawatir akan menjadi persoalan hukum dikemudian hari. Karena itu, dokumen kesepakatan yang ditanda tangani pimpinan DPRD bersama Pemerintah daerah untuk program Multiyears dibatalkan,”pinta Karel.

Agar kedepan tidak menjadi persoalan hukum, karena itu Karel Gwijangge berharap kepada pimpinan DPRD dan Tim Banggar melakukan evaluasi kembali tentang dokumen yang sudah ditanda tangani tersebut jangan menjadi dasar untuk melegalkan usulan multiyears dalam APBD 2023.

“Kita minta untuk seluruh pimpinan dan anggota banggar bijak untuk melakukan evaluasi kembali tentang dokumen yang pimpinan DPRD tanda tangan secara sepihak. Perlu evaluasi, apakah tahun ini perlu dilanjutkan program multiyears tersebut, karena dalam KUA PPAS yang sekarang 2023 itu nilainya Rp 1,1 trilyun, angka yang cukup besar,”katanya.

Dirinya berharap semua kegiatan multiyears dihentikan atau baiknya di pending,  supaya anggaran ini  bisa dipakai untuk kepentingan masyarakat yang bertahun tahun tidak berjalan.

“Lebih baik program untuk tahun 2023 ini di fokuskan untuk kepentingan masyarakat yang bertahun tahun tidak berjalan, seperti pembangunan lapter di beberapa distrik, pembangunan jembatan, pembangunan perumahan bagi masyarakat dan program program lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat,”cetus Karel.

Hal senada uga disampaikan salah satu anggota DPRD Mimika dari Fraksi KB, Mathius Uwe Yanengga, bahwa usulan program multiyears yang diakomodir dalam APBD 2023 untuk dibatalkan karena diduga persetujuan pimpinan menyalahi aturan.

“Sebuah keputusan penganggaran di DPRD itu harus melalui sebuah mekanisme dan prosedur yang benar, dokumen kesepakatan soal persetujuan multiyears di lembaga legislatif itu harus melalui keputusan bersama pimpinan dan seluruh anggota banggar. Dasarnya apa menyetujui atau menyepakati tanpa ada kesepaatan bersama, kami patut duga ada oknum pimpinan menyalahi aturan,”tegas Yanengga.(tim)

Administrator Timika Bisnis

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *