Timika, 15/1 – Akuisisi saham PT Freeport Indonesia (PTFI) oleh Pemerintah Republik Indonesia (RI) sebesar 51 persen pada akhir tahun 2018, berdampak langsung pada masyarakat pemilik hak ulayat di Mimika, Pemerintah Kabupaten Mimika, dan Pemerintah Provinsi Papua sebesar 10 persen. Dari 10 persen, 4 persen untuk masyarakat Amungme dan Kamoro dan 3 persen untuk Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Mimika.
Hal tersebut terungkap dalam pertemuan bersama antara Bupati Mimika Eltinus Omaleng, SE MH, Forkompinda Kabupaten Mimika, pimpinan OPD, Lemasa, Lemasko, Pemilik Hak Sulung (PHS), warga Amungme dan Kamoro, tokoh-tokoh dari kedua suku asli Mimika itu.
Bupati Mimika, Eltinus Omaleng, SE MH dihadapan tokoh dari kedua suku pemilikhak ulayat mengatakan, masyaraka dan tokoh-tokoh harus berterima kasih kepada Pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Pemkab Mimika yang berjuang memiliki akuisisi saham sebesar 51 persen dan Papua dan Mimika dapat 10 persen. Berkaitan dengan itu,
Semua tokoh-tokoh yang mengusulkan soal posisi masyarakat asli, Bupati Eltinus mengatakan, pembahasan bersama pemerintah pusat, Inalum tidak dengan masyarakat tapi dengan pemerintah kabupaten. Untuk posisi provinsi, dia hanya turut serta untuk mendengar pembahasan dan tidak berhak mengambil keputusan. Provinsi dapat saham 3 persen itu Mimika yang kasih. Untuk itu jangan bicara soal kewenangan dan hak provinsi untuk mengatur soal akui saham ini. “ Kita yang punya hak, dan sampai hari ini provinsi belum menyelesaikan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Sampai enam bulan mereka belum bisa rampungkan Perda BUMD, maka itu menjadi milik Kabupaten Mimika seutuhnya,” terang Bupati Omaleng.
Pertemuan hari ini, kata Bupati Omaleng mari Lemasa, Lemasko, PHS untuk duduk lagi bahas bersama agar bisa kelola 4 persen untuk Lemasa dan Lemasko dan masyarakat asli Mimika. Jika ada usulan posisi masyarakat asli, kemudian perlu duduk sama-sama lagi dengan pemerintah pusat, provinsi, Inalum dan yang lainnya, sebetulnya tidak perlu karena masyarakat sudah dapat 4 persen. Untuk itu mari tokoh-tokoh duduk untuk bahas lagi ini, dan bisa undang dari pusat dan ahli-ahli untuk buat simposium sehingga warga mengerti soal posisi masing-masing. Mengenai soal cuma-cuma silahkan warga bicara dengan PT Freeport Indonesia (PTFI).
Soal pengelola kata Bupati Omaleng, belum dibahas, dan nanti ad perjanjian-perjanjian termasuk perjanjian dengan pemerintah pusat dan Inalum. BUMD hanya kelola 7 persen, 3 persen turun ke pemerintah, dan 4 persen turun ke pemiilik hak ulayat. Apakah pemilik hak ulayat apakah Lemasa atau Lemasko atau yang lainnya. Jika 4 persen masih kurang, dirinya mengatakan bisa tambah satu persen jadi 5 persen dan pemerintah 2 persen.
Soal keterlibatan masyarakat asli dalam pembahasan bersama pemerintah, jelas Bupati aturan pemerintah berbeda dengan aturan masyarakat asli. Dirinya mengakui setelah masuk dalam birokrasi baru mengerti bahwa mekanisme pembahasanya berbeda. Sehingga masyarakat asli sabar dan dapat menerima 4 persen ini.
Tokoh Masyarakat Amungme, Yosef Yopi Kilangin, berterima kasih kepada Bupati Omaleng yang berjuang keras mendapatkan saham buat pemerintah dan masyarakat asli Mimika. Tapi ini soal beregosasi soal bisnis to bisnis dan itu tentang uang. Tapi sekarang, warga perlu tahu soal posisi dan keberadaan mereka sebagai masyarakat asli yang punya legelndau. Dalam posisi seperti ini bagaimana mereka. Kalau sdah dapat saham mereka ada dimana. “ Kami setuju apa yang disampaikan PHS soal izin dari masyarakat sesuai tertera dalam UU Minerba saat ini. Supaya ada keadilan bagi masyarakat asli ini akan dibuat seperti apa,” kata Yopi.
Tokoh Mayarakat Amungme, Yanes Natkime menekankan, soal posisi masyarakat asli ada dimana. Posisi Inalum mewakili pemerntah sudah jelas, yang belum jelas pemilik hak ulayat. Jangan melalui perusahaan kecil yang ada. Sebagai pemilik hak ulayat Janes, berkeinginan untuk bertemu dengan pemerintah. Pemerintah jelas statusnya, PTFI dan Inalum statusnya jelas. Sedangkan masyarakat sampai saat ini belum jelas. Inalum masuk, dirinya menjelaskan akan membawa masayarakt untuk berurusan dengan masyarakat adat. Inalum harus jelaskan status masyarakat adat.
Bila Inalum mau miliki PTFI, harus duduk ulang buat kesepakatan dengan masyarakat pemilik hak ulayat. Jika tidak saya akan bergerak bersama masyarakat kecil untuk membicarakan status kepemilikkan ini.
“Jangan buat kabur dan harus jelaskan dengan baik status masyarakat pemilik hak ulayat. Saya akan berhadapan dengan Inalum. Mungkin saja kedepan Inalum akan bunuh habis kami, dan bisa saja Inalum akan bilang saya OPM, separatis, atau KKB atau saya buat aksi kriminal di Timika ada area PTFI di Tembagapura dan di tambang. Untuk itu sebelum terjadi masalah mari Inalum dan pemerintah pusat kita bicara baik dengan kami sebagai orang asli di Mimika. Harmat Pak Bupati sekarang karena ada Garuda di DadaMu, besok lusa setelah selesai jabatan bupati akan membali bersama Janes ini,” tegas Yanes yang juga Kepala Suku Waa Banti, Tembagapura.
Ketua Pemilik Hak Sulung (PHS), Yafet Magal Beanal, mengatakan bicara soal 4 persen itu milik masyaraakat asli Amungme dan Kamoro. Harus ada perubahan dan masyarakat menikmati soal saham ini. Soal kepemilikan sudah diminta untuk kaji ulang, dan hasil studi dan kajian akademisi sudah ada.
Soal persoalan bagi-bagi ini, menjadi kewenangan provinsi dan bukan kabupaten. Apakah soal ini Pak Bupati sudah duduk bersama dengan gubernur. Gubernur harus keluaran undangan untuk masyarakat, PTFI, Inalum, Kementrrian ESDM, dan ESDM Provinsi Papua. “ Kepemilikan saham ini bukan milik perorangan atau kelompok tertentu, dan ini milik masyarakat Amungme dan Kamoro. Data dan materi kami dari PHS cukup lengkap dan semua bisa tahu. Jangan kita asal bicara,” kata Yefet.
Salah Satu Mama Kamoro dihadapan masyarakat dua suku bersyukur karena telah menerima 7 persen dan empat persen untuk dua suku ini. Selama 51 tahun PTFI tidak buat apa-apa untuk masyarakat kecil di kampun-kampung sana mulai dan Potowayburu sampai ke Nakai, dan Jigi Mugi sampai Eral Matagal.
Untuk itu Mama Kamoro meminta tokoh-tokoh masyarakat dua suku duduk bicara dengan baik dengan pembak untuk urus saham empat persen ini. Bila dana saham ini sudah cair, pemerintah dan dua suku ini bisa bangun rumah-rumah masyarakat di kampung-kampung, bisa bangun sekolah, rumah sakit, penerangan, transportasi sehingga masyarakat bisa nikmati itu.
“ Selama ini banyak mama-mama yang mati, bapak-bapak yang mati dan anak-anak yang mati karena tidak dilayani dengan baik. Cukup sudah keberadaan PTFI yang tidak lihat dan bangun masyarakat sampai ke Potowayburu sampai ke Jila dan Geselema sana,”terang Mama Kamoro.
Direktur Lemasa, Nerius Katagame mengapresiasi perjuangan Bupati Omaleng hingga masyarakat asli mendapat saham dari pemerintah dan Inalum. Tapi setelah dapat saham masyarakat dua suku ini sudah siap atau belum untuk kelola dana dari akuisisi saham ini. Masyarakat Amungme dan Kamoro harus bersiap diri, membuka diri dan harus mampu mengelola dana ini untuk kesejahteraan masyarakat dua suku ini, bukan untuk orang perorangan. (marus waka)