Kita itu terus terang kekurangan insinyur. Insinyur saja kurang padahal sudah ratusan ribu. Dari sekitar 600-700 ribu insinyur yang ada, yang benar-benar bekerja sebagai insinyur itu cuma 5 ribuan
Jakarta (timikabisnis.com) – Pemerintah akan segera mengubah kurikulum pendidikan saat ini dari yang lebih banyak berorientasi di dalam kelas ke lebih banyak di lapangan. Tujuannya agar para calon angkatan kerja yang segera masuk ke dunia kerja di masa mendatang bisa benar-benar sesuai dengan yang dibutuhkan oleh dunia usaha.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan pihaknya juga akan mendorong universitas/lembaga pendidikan setingkat menyiapkan lulusan-lulusan dari bidang ilmu science, technology, engineering dan math (STEM). Dia bilang bidang tersebut adalah yang paling banyak dibutuhkan nantinya di masa depan.
“Kalau kita nggak berani mengatakan bahwa STEM jadi prioritas, menurut saya kalau ada universitas baru muncul; meski kita juga sudah kebanyakan universiitas, langsung saja bilang misalnya 70-80% program studinya harus terkait STEM. 20% boleh ekonomi, sosial, hukum, tapi 80% nya harus STEM,” katanya, Rabu (10/4/2019).
Fakta miris lainnya, jumlah insinyur yang mencapai 700 ribu tak seluruhnya bekerja di bidang yang sesuai gelarnya. Hal ini lagi-lagi contoh ketidakcocokan antara dunia pendidikan dan dunia kerja.
“Kita itu terus terang kekurangan insinyur. Insinyur saja kurang padahal sudah ratusan ribu. Dari sekitar 600-700 ribu insinyur yang ada, yang benar-benar bekerja sebagai insinyur itu cuma 5 ribuan. Yang lain sudah di bidang lain. Padahal kita butuh orang-orang yang tetap di bidangnya, profesional di bidangnya, sehingga dia bisa menciptakan inovasi untuk kemajuan di sektor tersebut. Bukan hanya sekedar dapat gelar sarjana,” kata dia.
“Kalau sekarang insinyur saja masih kurang, itu artinya kita belum mengarah ke STEM. Terlebih universitas kita kebanyakan. Isinya ya bidangnya itu-itu lagi. Bukan mau mengecilkan bidang ilmu lain, tapi itu bidang ilmu yang belum menjadi arus permintaan di masa depan untuk pasar kerja,” ungkapnya.
Adapun di dalam rencana pembangunan pemerintah, nantinya akan didorong rescalling (dari tidak mengerti jadi mengerti) dan upscalling (ditingkatkan) untuk peningkatan mutu tenaga kerja yang ada. Ini membutuhkan kerja sama dari balai latihan kerja.
Terkait dengan kurikulum, orientasi untuk pendidikan vokasi nantinya juga bukan hanya berpatokan pada ijazah saja. Seseorang juga diperlukan sertifikasi kompetensi agar bisa diterima di dunia kerja.
“Karena nanti kalau dijawab semua apa saja bisa, bagi pemberi kerja, bagi yang ngomong semua apa saja bisa itu artinya orang itu nggak bisa apa-apa sebenarnya, karena terlalu general. Tapi kalau ada sertifikasi kompetensi selama sekolah, misalnya 3 atau 4, itu lebih gampang direkrut,” ujar Bambang. (dtc)