Ilustrasi/Foto : Lahanat.net
Timika, (timikabisnis. com) – Organisasi Profesi Jurnalist Foto, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Kabupaten Mimika bersama sejumlah Pimpinan Media di Timika mengutuk keras tindakan pengusiran sejumlah wartawan oleh oknum Dosen STIE Jembatan Bulan Timika.
Sungguh ironi, apa yang dilakukan oleh salah satu oknum dosen Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Jembatan Bulan terhadap para wartawan.
Oknum tersebut mengusir dan melarang wartawan Radar, Timika eXpress dan Salam Papua yang akan meliput acara wisuda mahasiwa STIE Jembatan Bulan di gedung Multy Purpose and Community Center (MPCC) YPMAK, Kamis (19/3).
Padahal wartawan dari ketiga media ini sebelumnya mendapat undangan oleh panitia wisuda untuk meliputi kegiatan tersebut.
Bahkan ketiganya datang dengan membawa dan menunjukan undangan yang mereka dapatkan dari kantor masing-masing.
Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Timika, Irsul Panca Aditra mengatakan sebagai organisasi profesi di Timika menyatakan turut prihatin dengan apa yang dialami tiga rekan jurnalis, RADAR TIMIKA, TIMIKA EXPRES DAN SALAM PAPUA atas tindakan dihalangi untuk meliput Rapat Senat Terbuka yang digelar di gedung MPCC jalan C Heatubun, Kamis (19/3).
Ditegaskan Irsul, sebagaimana tertuang dalam UU nomor 40 tahun 1999, pers berkewajiban memberitakan informasi. Kebebasan pers dijamin. Segala bentuk dan cara untuk menghalangi pers memperoleh informasi adalah tindakan melanggar hukum sebagaimana tertuang dalam pasal 18 UU nomor 40 tahun 1999.
“Apabila pihak STIE JB melarang untuk kegiatan tersebut diliput maka sebaiknya disampaikan dalam catatan undangan yang ditujukan kepada pimpinan media, sehingga hal ini tidak terulang kembali dikemudian hari. Hal ini juga berlaku untuk semua pihak yang menggelaar kegiatan dengan mengundang pimpinan media, tegas Irsul Panca Aditra melalui presa rilis yang diterima Redaksi Timikabisnis. com, Kamis (19/3) malam.
Lebih lanjut kata Irsul, mengingat terkadang undangan yang ditujukan kepada pimpinan media, maka akan juga diliput oleh wartawannya.
“Kalian dari mana? Sudah ada konfirmasi untuk merekam ini? Tidak ada kan? Silahkan keluar (sambil menunjukkan pintu keluar dengan kasar). Silahkan keluar. Kalau masih di ruangan, duduk diam tapi jangan merekam,” ujar Santise (wartawan Radar) menirukan kata-kata dosen tersebut.
Sebelum kegiatan dimulai, Santise duduk paling belakang. Ia melakukan hal tersebut guna menghindari terganggunya kegiatan wisuda. Namun ketika ia ingin merekam sambutan, dosen ini datang menghampiri dosen yang berinisial (l) membentak dan memarahinya.
Melihat kejadian tersebut, wartawan Indri (Timika eXpress) dan Kristin (Salam Papua) datang menghampiri dan memberikan penjelasan kepada dosen tersebut bahwa mereka bertiga ditugaskan dari kantor masing-masing untuk datang meliput.
“Kami datang bawah undangan. Kalau tidak diundang panitia untuk liputan, buat apa kami ke sini? Undangan yang masuk ke kantor kami biasanya untuk liputan makanya kami datang,” ungkap wartawan TimeX, Indri.
Namun tetap saja oknum dosen ini menolak dan meminta mereka meninggalkan ruangan MPCC. Alasannya bahwa dalam undangan yang diberikan kepada media, tidak ada tulisan yang menyatakan bahwa wartawan hadir untuk melakukan peliputan.
Menyikapi aksi koboi sang dosen, pimpinan-pimpinan media di Mimika baik cetak, online dan kontributor televisi mengutuk dan mengecam aksi anarkis dosen tersebut.
Pemimpin Redaksi (Pimred) Radar Timika, Leonardus Sikteubun mengaku sangat menyayangkan kejadian tersebut. Pasalnya pengusiran itu bukan baru pertama terjadi.
Bahkan kejadian serupa pernah dialami wartawan saat STIE JB melakukan wisuda di gedung Eme Neme Yauware beberapa tahun lalu.
Menurut Leo, kejadian ini merupakan kemunduran bagi kebebasan pers di Mimika. Sebab tanpa undangan pun seharusnya acara wisuda tersebut dapat diakses oleh wartawan.
Sebagai salah satu lembaga pendidikan tinggi di Mimika, STIE JB seharusnya melakukan edukasi yang baik tentang pers, bukan malah sebaliknya, menjadi lembaga yang anti terhadap pers.
“Ini sangat disayangkan. Sudah beberapa tahun terakhir STIE JB selalu mengusir wartawan saat acara wisuda mereka,” ujarnya.
Leo berpendapat, jika tidak ada yang disembunyikan dari kegiatan tersebut, seharusnya insiden pengusiran tidak terjadi.
Sebab acara yang juga dihadiri oleh seluruh orang tua wisudawan dan tamu undangan lainnya, wajar jika diliput wartawan.
“Kalau wartawan dilarang meliput kan akan muncul pertanyaan, ada apa? Kok setiap wisuda selalu terjadi pengusiran. Apa yang disembunyikan dari acara wisuda itu? Lalau untuk apa kalian mengundang kita,” tanya Leo.
Terlebih lagi larangan merekam sambutan juga diberlakukan oleh STIE JB. Maka ini akan menjadi pertanyaan mengapa sambutan ketua yayasan atau sambutan rektor serta Kepala LLDIKTI Wilayah XIV Papua dan Papua Barat, dilarang untuk direkam dan dikutip.
Sedangkan mengenai undangan yang dikirimkan ke redaksi Radar Timika, menurut Leo, biasanya sepaket dengan permohonan liputan. Sehingga ketika dirinya menerima undangan tersebut, secara otomatis mengutus wartawannya untuk meliput. Sebab dalam undangan itu pun tidak disebutkan bahwa acara wisuda dilarang untuk diliput.
“Biasanya kan begitu. Kalau ada undangan dari instansi mana pun pasti akan kami liput kegiatannya. Semua sudah tahu itu. Lagian di undangan juga tidak disebutkan bahwa acara wisuda dilarang untuk diliput,” tukasnya.
Maurits Sadipun, Pimpinan Redaksi Timika eXpress mengatakan tindakan menghalangi, apalagi pengusiran awak media merupakan sebuah pelanggaran besar dan melanggar Undang-undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
Ia menjelaskan, poin pertama BAB VIII Pasal 18 ketentuan pidana butir (1) menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Selain melanggar UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, oknum dosen yang berinisial B ini juga dinyatakan melanggar Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
“Secara pribadi saya sangat sayangkan sikap sewenang-wenang dari dia tanpa koordinasi baik dengan panitia acara. Selain dilarang ambil gambar, wartawan juga tidak diperbolehkan merekam pidato Ketua STIE pada acara tersebut,” ujarnya.
“Ini termasuk kriminalisasi terhadap wartawan. Pejabat sekelas presiden dalam acara tertentu pun tidak demikian sikapnya. Ini harus jadi perhatian publik untuk menghormati profesionalisme wartawan dalam melaksanakan tugas jurnalistik,” tegas Maurits.
Pimpinan Media Online Seputar Papua, Misba Latuapo menyayangkan sikap arogan yang ditunjukan oknum tersebut. Menurutnya STIE Jembatan Bulan ini merupakan salah satu perguruan tinggi yang diperhitungkan di Mimika, namun ulah dosen ini tidak mencerminkannya.
“Jika STIE JB, tdk menghendaki wartawan meliput acara tersebut, harusnya disampaikan dengan baik kepada wartawan. Karena prinsipnya, setiap wartawan yang hadir dalam satu acara formal pasti atas tugas dri pimred atau redpelnya melalui undangan yang dikirim satu lembaga atau instansi bersangkutan ke media masing-masing,” terangnya.
Dikatakan Misba, jika undangan hanya untuk pimpinan media guna menghadiri acara tersebut maka sepantasnya diberikan catatan khusus bahwa undangan ini bukan untuk meliput.
“Kami semua sayangkan perilaku seperti ini. Di era keteburkaan informasi saat ini, ternyata masih ada yang bersikap demikian,” sesalnya.
Perguruan Tinggi dimanapun haruslah menjadi garda terdepan dalam menjalankan fungsi tanggung jawab sosial, apalagi ini eranya teknologi digital yang apapun itu pasti akan menjadi konsumsi publik.
Hal ini disampaikan Pimpinan Redaksi Tabaos14, Yohanes Nussy. Menurutnya akademisi seharusnya lebih paham dan mengerti peran dan tugas pokok wartawan dibandingkan masyarakat awam.
Jika tidak berkenan maka harus ada penjelasan profesional yang lebih elegan. Apalagi kehadiran wartawan karena diundang. Ia menegaskan bahwa wartawan tidak akan mengemis hanya untuk sebuah berita.
“Kan kampus ngerti Undang-undang Kebebasan Informasi Publik, jadi apa juga yang mau ditutupi. Kalau alasan karena pakaian atau penampilan wartawan, itu jelas sangat privacy meski kita tahu kalau para wartawan itu datang dengan setelan yang rapih dan tidak kurang,” ujarnya.
“Atas kejadian ini, saya selaku organisasi Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) wilayah Papua mengajak pimpinan PT yang bersangkutan, marilah lebih mengerti, terbuka terhadap kinerja profesional jurnalistik. Suka atau tidak bahkan cepat atau lambat, kalian dan kita semua butuh kerja kerja jurnalistik ini. Apa yang salah? jadi mari sama-sama profesional untuk kemajuan Mimika dan Papua,” ungkapnya.
Sementara itu, Pimpinan BeritaMimika, Ronald Renwarin menyayangkan pelaksanaan wisuda yang dilakukan STIE Jembatan Bulan karena tidak mengindahkan larangan Pemerintah Daerah Mimika untuk tidak melakukan kegiatan yang melibatkan banyak orang.
“Lucu saja, apakah memang mereka tidak tahu sama sekali tentang adanya himbauan pemerintah daerah tentang larangan banyak orang berkumpul karena virus corona? Atau sudah tahu tapi masa bodoh dan diabaikan? Seharusnya mereka lebih mengerti dan memahami kondisi Mimika saat ini,” ungkapnya.
Ia mempertanyakan hal apa yang mendasari pemikiran dosen tersebut sehingga ketiga rekannya diusir saat melakukan peliputan. Justru sebuah kebanggan bagi mahasiswa, orangtua maupun keluarganya jika keberhasilan mereka dipublish di media.
“Kampus-kampus besar di Indonesia bahkan dunia, acara temu kangen alumni atau silahturahmi saja mereka ingin diliput. Apa yang disembunyikan di acara itu sehingga tidak boleh diliput? Ini wisuda loh, ada kebanggaan lebih di momen ini ketika dipublish di media. Kita semua merasakan itu karena kita juga pernah wisuda,” ujarnya.
Ia memahami bahwa larangan tersebut hanya dilakukan oleh oknum yang tidak mewakili semua mahasiswa dan dosen di STIE Jembatan Bulan, namun ia berharap ini kejadian ini jangan lagi terulang.
“Kami sudah bahas ini secara internal diantara pimpinan semua media di Timika. Kita akan pelajari proses hukumnya karena kami memang tidak main-main dengan kejadian seperti ini. Kita berharap pihak JB memberikan klarifikasi terhadap tindakan dosen mereka, jika tidak kami akan lakukan langka hukum agar menjadi pembelajaran bagi semua masyarakat Mimika. Negara saja begitu menghargai keberadaan wartawan, masa seorang dosen tidak bisa melakukan hal serupa?,” tegasnya.
Sementara Redaktur Pelaksana Timikabisnis. com, Husyen Abdillah secara tegas meminta agar para wartawan yang mendapat intimidasi atau perlakuan yang tidak sepantasnya yang berujung pengusiran harus dilanjutkan ke proses hukum.
“UU Pers di negara ini jelas mengatur dan melindungi tugas dan profesi dalam melaksanakan peliputan, sehingga kasus yang dialami rekan rekan telah dilecehkan dan telah melanggar undang undang. Saya berharap hal yang dialami rekan rekan wartawan harus diproses hukum agar menjadi pelajaran bagi Dosen yang seharusnya mengerti hukum dan perundang undangan. Kalau dibiarkan kasus ini, maka kedepan bisa lagi kasus serupa terjadi bagi rekan wartawan lainnya, “tegas Husyen.
Atas tindakan yang dialami rekan rekan wartawan ini, menurut Husyen harus pihak STIE Jembatan Bulan menyampaikan klarifikasi atau permohonan maaf kepada wartawan apakah tindakan dosen itu atas perintah lembaga atau oknum.
“Oknum Dosen yang mengusir wartawan itu harus dilaporkan dan diproses hukum biar ada efek jera, “katanya. (*opa)