Kegiatan rembuk stanting yang dipimpin langsung oleh Bupati Mimika Eltinus Omaleng, SE, MH dalam acara esepakatan pencegahan stunting di Grand Mozza, Selasa (20/10) / Foto : Istimewa
Timika,(timikabisnis.com) – Untuk menanggulangi dan mencegah penyakit Stunting, Pemerintah Kabupaten Mimika menggunakan strategi Konvergensi. Dalam menyepakati penerapan strategi tersebut Pemkab Mimika dalam hal ini Dinas kesehatan (Dinkes) melakukan diskusi bersama Forkopimda dan OPD terkait yang dirangkai dalam rembuk stunting di hotel Grand Mozza, Selasa (20/10).
Kegiatan rembuk stanting yang dipimpin langsung oleh Bupati Mimika Eltinus Omaleng tersebut melahirkan tiga kesepakatan yang dituangkan dalam surat kesepakatan yang ditanda tangani oleh Bupati Mimika, Pj Sekda, Forkopimda dan Kepala OPD terkait.
Tiga kesepakatan tersebut antara lain pertama, Sasaran prioritas peserta rencana program dan kegiatan yang disertai indikator target kinerja dan kebutuhan pendanaan dalam rencana
kegiatan percepatan pencegahan stunting terintegrasi di Kabupaten Mimika tahun 2020 lebih khusus pada daerah lokus yaitu Kampung Nawaripi dan Mawokauw Jaya Distnk Wania dan Kampung Fanamo dan Omawita Distrik Mirmika Timur Jauh.
Kedua, hasil kesepakatan Rembuk Stunting Kabupaten Mimika Tahun 2020 untuk dijadikan sebagai bahan penyusunan rancangan akhir RKPD Kabupaten Mimika Tahun 2021 oleh tim konvergensi Kabupaten Mimika.
Ketiga, bahwa Pemerintah Kabupaten Mimika, berkomitmen untuk Lokasi Prioritas akan meningkatkan alokasi kebutuhan pendanaan program dan kegiatan terkait dengan percepatan pencegahan stunting dalam rancangan APBD Tahun 2021.
Kepala Dinkes Mimika Reynold Ubra saat memberikan keterangan pers usai Rembuk Stunting menjelaskan bahwa, penyebab utama stunting di empat kampung ini terdiri dari beberapa faktor yaitu pertama, aspek intervensi spesifik yang lebih mengarah pada faktor akses pelayanan kesehatan yakni preventif dan kuratif.
“Pelayananan kesehatan di empat kampung ini dimana seharusnya remaja putri menerima tablet besi, ibu hamil yang menerima layanan antenatal care sampai bersalin dan kemudian interfensi pemberian ASI pada baduta dan balita itu masih rendah. Jadi pelayanan kesehatannya lebih fokus kepada upaya kuratif,” kata Reynold.
Kemudian, penyebab tidak langsung atau intervensi sensitif yaitu akses atau ketersediaan air bersih, air minum dan sanitasi. Intervensi ini menjadi persoalan yang sangat mendasar yang kemudian merambah pada tingginya penyakit lain seperti diare, TBC dan penyakit kulit.
Faktor kedua yaitu lingkungan khususnya lingkungan pendidikan, dimana masyarakat khususnya orang tua belum diintervensi terkait pentingnya gizi bagi anak.
“Intervensi tentang hal ini di kampung-kampung ini hampir tidak ada,” katanya.
Faktor ketiga adalah akses pangan bergizi. Keberlanjutan dari pangan bergizi belum tersedia secara baik pada empat kampung tersebut.
“Kita tahu ada beras raskin, kan tidak mungkin untuk mendapat makanan yang bergizi hanya dengan beras,” ungkapnya.
Faktor terakhir adalah faktor jaminan sosial, dimana dari jaminan sosial terlihat bahwa Pemerintah Daerah telah mengintegrasikan Jamkesda kepada JKN KIS dan Bantuan Langsung Tunai (BLT), namun yang menjadi permasalahan adalah Bantuan Pangan Non Tunai.
“Jadi masalah stunting di Mimika itu secara kompleks dan harus memang diselesaikan secara bersama-sama. Pelayanan kesehatan akan mengambil fungsinya, dinas terkait dan unsur lainnya juga harus terlibat,”ujarnya.(tim)